Minggu, 01 Desember 2013

Resensi Novel Sastra



Resensi Novel  Harimau! Harimau!
Judul karya resensi      : Penyesalan Dosa
Judul buku                 : Harimau! Harimau!
Penulis                      : Mochtar Lubis
Penerbit                    : Yayasan Obor Indonesia
Tebal                        : vi + 214 halaman. : 11 x 17 cm
ISBN                         : 978-979-461-109-8
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari kehidupan sosial, sebuah kehidupan sosial akan membentuk suatu perkumpulan yang disebut masyarakat, bisa dikatakan bahwa masyarakat yang baik adalah masyarakat yang kehidupan sosialnya rukun. Dalam kehidupan sosial ada yang bersifat vertikal dan ada yang bersifat horizontal. di antara sifat vertikal itu ialah antara pemimpin dan rakyat, antara Tuhan dengan hambanya, dan yang bersifat horizontal yaitu antara istri dan suami, antara individu dan kelompok. jika salah satu hubungan dari dua ini rusak maka rusaklah masyarakat tersebut. Oleh sebab itu novel Harimau-harimau hadir sebagai sebuah jembatan untuk memperbaiki hubungan sosial baik yang bersifat vertikal maupun horizontal.
Adapun kesengajaan saya menganalisis novel ini berdasarkan nilai sosial yang terkandung di dalamnya adalah untuk membantu menerjemahkan nilai-nilai sosial yang sangat penting untuk kita ketahaui, karena secara tidak sadar kita sudah disinggung besar-besaran oleh novel tersebut. Indonesia misalkan, rusak akibat pemimpinnya yang pengecut, yang manis dari luar saja namun pahit dan busuk didalamnya. gambaran seperti ini sudah tersirat dalam ini. juga lebih dari itu yaitu
membantu para mahasiswa yang bergelut di bidang sastra terutama mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang untuk menambah wawasannya terhadap pemahaman sastra.
Pada novel yang dikarang oleh Moctar Lubis ini menceritakan sekelompok orang dan diantara sekelompok itu ada seorang tokoh yang dianggap orang yang tangguh, cerdik, dan menguasai Ilmu persilatan serta ilmu gaib sehingga ia dipercaya untuk memimpin kelompok itu. Namun anggapan mereka salah bahwa orang yang dianggapnya perkasa itu ternyat tidak lebih dari dari orang yang pengecut. Dan diantara mereka itu sebetulnya masing-masing menyimpan dosa besar sehingga dihukum oleh Tuhan dengan mengirimkan mereka sebuah hukuman. Dalam hukuman itu mereka harus mnghadapi dengan dipimpin oleh seorang pecundang.      
Sorang tokoh yang lanjut usia lagi dari diceritakan dalam novel itu mengawani seorang wanita kembang desa, karena nikah yang didasari hanya untuk menyambung hidup suaminya saja tanpa landasan cinta sedikit pun maka wanita menjadi sengsara.
Di akhir cerita, mereka ada mati dan mereka yang hibup menyadarikesalahan-kesalahan yang membalut mereka selama ini. Masalah-masalah tersebutlah yang saya kaitkan dengan masyarakat kita sekarang.
Tentang Penulis :
           Mochtar Lubis, pengarang ternama ini dilahirkan tanggal 7 Maret 1922 di Padang. Selain sebagai wartawan ia dikenal sebagai sastrawan. Cerita-cerita pendeknya dikumpulkan dalam buku Si Jamal (1950) dan Perempuan (1956). Sedang romannya yang telah terbit: Tidak Ada Esok (1950), Jalan Tak Ada Ujung (1952) yang mendapat hadiah sastra dari BMKN. Selain itu, romannya yang mendapat sambutan luas dengan judul Harimau! Harimau! (Pustaka Jaya 1975) telah mendapat hadiah dari Yayasan Buku Utama sebagai buku terbaik tahun 1975.
Sinopsis :
            Di dalam hutan terdapat sumber-sumber nafkah hidup manusia seperti: rotan, damar, dan berbagai bahan kayu. Tujuh orang pria yang terdiri dari Pak Haji Rakhmad, Wak Katok, Pak Balam, Sutan, Buyung, Talib, dan Sanip telah seminggu lamanya tinggal di dalam hutan mengumpulkan damar. Mereka mencari nafkah dengan mengumpulkan damar untuk istri dan anak-anaknya di kampung Air Jernih, terkecuali Buyung, ia satu-satunya yang paling muda diantara mereka dan belum menikah.
            Mereka bertujuh selalu bersama-sama pergi mengumpulkan damar, meskipun mereka sebenarnya tak berkongsi, dan masing-masing menerima hasil penjualan damar yang dikumpulkannya sendiri. Mereka merasa lebih aman dan lebih dapat bantu-membantu melakukan pekerjaan.
         Wak Katok merupakan pemimpin rombongan pendamar itu. Yang muda-muda seperti Talib, Sanip, Sutan, dan Buyung, mereka semua murid pencak Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu sihir dan gaib pada Wak Katok. Mereka termasuk orang baik di mata orang kampung.
          Dari kampung Air Jernih ke hutan, ada seminggu jauhnya berjalan kaki. Mereka membawa beras, cabai, asam, garam, da panci, kopi, dan gula untuk perbekalan mereka selama berburu damar di hutan.Selain mancari damar, mereka juga berburu rusa. Di hutan terdapat huma kepunyaan Wak Hitam. Di sebuah pondok di ladang Wak Hitamlah mereka selalu bermalam selama berada di hutan. Wak Hitam mempunyai empat orang istri, namun istri yang paling mudalah yang menemaninya di huma. Ia bernama Siti Rubiyah. Ia masih muda dan cantik. Wak Katok maupun muridnya yang muda-muda diam-diam menyukainya, namun sebenarnya mereka takut pada Wak Hitam yang mempunyai ilmu sihir yang hebat. Siti Rubiyah dipaksa orangtuanya menikah dengan Wak Hitam. Wak Hitam menikahinya Siti Rubiyah  hanya untuk memakai kemudaannyauntuk mempermuda dirinya sendiri. Ada cerita yang mengatakan bahwa Wak Hitam bersekutu dengan ibis, setan, dan jin, dan dia memelihara seekor harimau siluman. Saat itu Wak Hitam sedang sakit demam yang tak kunjung sembuh, dengan sabar Siti Rubiyah merawatnya.
           Setelah mereka berminggu-minggu mengumpulkan damar dan menumpang di huma Wak Hitam, mereka berniat untuk pulang ke kampungnya membawa semua damar yang berhasil mereka kumpulkan. Di tengah perjalanan mereka sempat berburu rusa. Di pinggir sungai mereka beristirahat untuk makan malam dengan hasil buruan mereka. Disana mereka membuat sebuah pondok dan api unggun. Pak Balam ketika sedang berhajat tiba-tiba ia diserang oleh seekor harimau yang besar. Ia diseret ke tengah hutan. Kawan-kawannya dengan sigap menyelamatkan Pak Balam bermodal senapan latuk milik Wak Katok dan parang panjang. Pak Balam berhasl diselamatkan namun dalam keadaan yang sangat parah. Pak Balam akhirnya bercerita bahwa ini semua terjadi akibat dosa-dosa yang telah mereka lakukan di masa lalu. Satu per satu pun diantara mereka menjadi korban harimau. Nyawa Pak balam, Talib, dan Sutan tak dapat diselamatkan akibat diserang oleh harimau yang mengikuti perjalanan mereka.
            Yang tersisa hanyalah Pak Haji, Wak Katok, Sanip dan Buyung. Wak Katok marah, ia tidak senang setelah Pak Balam di masa kritisnya sebelum meninggal, ia menceritakan segala dosa-dosanya yang terdahulu kepada teman-temannya. Mulai dari situ terbongkarlah sosok Wak Katok yang sesungguhnya. Selama ini ia berpura-pura menjadi orang yang ahli silat, ia juga sebenarnya dukun palsu. Ia berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan modal senapan miliknya. Sampai akhirnya terjadi pertikaian di antara mereka dan jatuhlah korban. Pak Haji meninggal setelah di tembak Wak Katok dengan senapan miliknya.
          Dari kejadian itu Buyung dan Sanip mengatur strategi untuk bisa mengambil senapan itu dari tangan Wak Katok. Diikatnya Wak Katok dan ia dijadikan umpan agar harimau itu dapat Buyung bunuh. Sebelum meninggal, Pak Haji pernah berkata bahwa  “Bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu dan percayalah pada Tuhan”. Kata-kata itu menyadarkan Buyung bahwa ia harus percaya adanya Tuhan yang selalu melindungi dan jangan menaruh dendam pada orang lain. Dengan senapan yang berhasil di ambil dari tangan Wak Katok, Buyung akhirnya berhasil menembak mati harimau itu sebelum ia menyerang Wak Katok. Buyung dan sanip bahagia, mereka telah berhasil menembak mati harimau yang telah menyebabkan hidup mereka menjadi tidak tenang dalam perjalanan dan telah menjatuhkan korban yang tak lain kawan-kawannya yang telah meninggal dunia.
Keunggulan buku :
            Cover novel ini bagus, dengan perpaduan warna orange dan hitam  serta gambar seekor harimau dan seseorang yang sedang memegang senapan. Dari sini pembaca dapat merasakan bahwa cerita dalam novel ini pasti penuh dengan ketegangan. Selain itu gaya bahasa yang digunakan juga mudah dipahami oleh pembaca.
Kelemahan buku:
            Terdapat kata-kata yang kasar dalam novel ini. Dimana kata-kata itu muncul saat konflik yang terjadi antar tokoh, contohnya seperti kata “bangsat”. Terdapat beberapa kalimat yang menggambarkan pornografi, sehingga dari sini dapat diketahui bahwa novel ini di tujukan untuk orang dewasa. Selain itu juga terdapat beberapa kata-kata yang salah ketik  dan beberapa kalimat yang tidak sesuai dengan EYD dalam novel ini. Akhir cerita dalam novel ini tidak jelas, seolah-olah ceritanya masih bersambung.
Saran-saran terhadap buku ini :
           Diharapkan penulis dapat menggunakan kalimat yang sesuai dengan EYD dalam penulisan novelnya dan memeriksa kembali cerita novelnya  yang telah diketik, agar tidak terjadi kesalahan kata-kata setelah novel di cetak.
Manfaat isi buku :
           Novel ini mengajarkan kita bahwa dalam hidup kita harus saling tolong menolong sebab kita tidak hidup sendiri dan tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Setiap manusia  harus belajar hidup dengan kesalahan dan kekurangan manusia lain. Kita juga  harus selalu bersedia memaafkan kesalahan orang lain dan janganlah menaruh dendam kepada orang lain seperti kalimat yang terdapat dalam novel ini “Bunuhlah harimau dalam hatimu”. Selain itu juga novel ini mengingatkan kita agar kita selalu ingat kepada Tuhan, jangan percaya pada hal-hal yang bersifat tahayul. Kita juga disadarkan untuk segera bertaubat atas segala dosa-dosa yang telah kita lakukan karena sesungguhnya Tuhan dapat mengampuni segala dosa jika yang berdosa datang pada-Nya dengan kejujuran dan penyesalan yang sungguh-sungguh.